Sabtu, 27 Desember 2014

Double Featurette: Review Supernova Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh & Pendekar Tongkat Emas

Bulan terakhir di tahun 2014 ini gue tunggu dengan alasan yang nggak biasa: film Indonesia. Dengan dirilisnya adaptasi dari salah satu novel favorit gue ditambah sebuah film silat yang bikin penasaran karena udah lama nggak ada film lokal beginian lengkap dengan Nicholas Saputra dan Christine Hakim, siapa yang nggak excited? Banyak. Gue malah sempat berharap, satu diantara dua film ini bisa jadi suatu karya berkualtas sekaligus box office, bahkan mungkin ngalahin pesaing dari Hollywood kayak The Hobbit

Dan seperti yang sudah diprediksikan gue jelas-jelas kecewa dengan bulan ini.


Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh

Film ini membuktikan bahwa masih banyak orang goblok di industri perfilman kita, yang mana satu-satunya alasan mereka bisa disana adalah kebanyakan duit. Diproduseri oleh Sunil Soraya, orang yang sama yang bikin 5cm dan Van der Wijck, dengan sutradara dan pemain-pemain kesayangan. Sempat berharap hasilnya bakal bagus karena seenggaknya ini adalah adaptasi dari salah satu novel terbaik Dee, harapan itu langsung pupus bahkan sebelum film setengah jalan.


Yang pertama adalah cast. Okelah jika Arifin Putra, Herjunot, atau Fedi Nuril (yang terakhir disebut yang paling mendingan) bermain sesuai standar masing-maisng. Namun selain mereka, tampaknya belum pantas main di layar lebar dan sebaiknya masuk FTV aja dulu buat latihan. Terutama Paula Verhoeven sebagai Diva yang keliatan banget baru belajar akting tadi subuh sebelum syuting. Ekspresi yang aneh, pergerakan yang kaku, sampai suara saat narasi yang bikin pengen lepas sepatu dan melemparkannya ke layar right into her pussy so she would know if that the only thing she has, that doesn’t bother me.

Kemudian banyaknya shot-shot yang mereka pikir mungkin keren tapi gak ada maknanya sama sekali. Mungkin mental orang kita yang selalu ingin pamer akan segala sesuatu tanpa menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal bodoh. Shot kapal lengkap dengan sunset! Wuih keren! Ayo ulangi terus sampai sepuluh menit! FUCK YOU!

Dan tentunya semua bermuara pada satu hal yang paling krusial: naskah yang amat sangat buruk. Inti dari cerita ini adalah sebuah roman sains, namun entah apa yang ada di otak kreator, sepanjang film hanyalah ada sebuah roman kelas sinetron dan semua omong kosong sains yang dibicarakan aktor dengan gak jelas pun tak ambil bagian didalamnya!

Bagi siapapun yang sudah membaca novelnya, akan tahu bagaimana jeniusnya Dee menggabungkan sains yang rumit ke dalam kisah cinta yang sebenernya terjadi dimana-mana. Namun film ini sukses mengubah semua itu menjadi sekumpulan omong kosong, keluar dari mulut aktor yang jelas-jelas mereka gak ngerti apa yang mereka bicarakan, hanya untuk membuat penonton kebingungan mendengar banyak istilah dan teori asing lalu berharap kita mengagumi filmnya karena itu. Suatu penghinaan besar dalam sejarah sinematik kita.

Juga poster jiplak. Fak.
Struktur cerita juga teramat berantakan layaknya ditulis anak kecil. Di satu adegan kita mengira ini adalah ending dan ternyata masih ada setengah jam lagi narasi dari semua tokoh utama yang gak jelas apa maksudnya, yang penting dibarengi shot-shot keren (menurut mereka). Inilah titik bifurkasi sebenarnya karena gue nahan buat gak keluar bioskop sama kuatnya dengan nahan buat nggak nunjuk ke layar sambil teriak “Anjing maksud lo apa sih!”

Lalu ada pop-up texting onscreen besar-besaran, namun semua tulisannya juga dibacakan oleh pemain. Mungkin supaya film ini bisa dinikmati baik oleh mereka yang tuli ataupun yang buta.

Dan semua kekacauan ini dilengkapi oleh subtitle bahasa inggris yang masih jadi misteri ditujukan untuk apa (gue yakin kok bukan cuma biar keliatan keren)

My Score: BUSUK/10

Pendekar Tongkat Emas


Nope. Filmnya biasa aja. Gue apresiasi mereka berani bikin film beda dari yang lainnya, set lokasi yang indah lalu semua cast-nya latihan berbulan-bulan buat menguasai koreografi tapi nope, dengan cerita yang sangat standar seakan gak mau mikir saat menulis dan karakter-karakter flat yang membuat semua aktor mahal itu menjadi sia-sia, gak ada yang berkesan disini. Terkecuali mungkin satu sequence battle terakhir yang lumayan menghibur dan beberapa shot lanskap ajaib, selain itu tidak ada apa-apa. Semuanya biasa-biasa saja. Udah.

My Score: 5/10

Jumat, 26 Desember 2014

Review Interstellar

[Warner Bros; 2014]

Director: Christopher Nolan

Runtime: 165 min, PG-13

Jika ada orang yang bisa membuat otak kita bekerja dengan sukarela, membuat kisah fiksi dengan modal seratus persen fakta, membuat versi ‘tabu’ dari sesuatu yang dianggap hanya ada satu cara untuk menjualnya dan orang-orang (sangat) menyukainya, lebih suka membuat cerita orisinil dan baru ketimbang mengandalkan daur ulang dan tetap sukses baik kritikan maupun penghasilan, tidak berpegang pada movie luck untuk menulis cerita dan menjalankan plot yang ada tetapi justru memperhitungkan setiap detil, atau mengajarkan bahwa ada cara lain untuk menghibur penonton selain kiss-bang-tears-and-blood, itu adalah dia.

Sekali anda tahu itu semua, sulit untuk tidak mengingatnya. Sama sulitnya untuk tidak mencari tahu apa yang selanjutnya dilakukannya.  Dan ketika kita tahu bahwa itu adalah sebuah space opera berisi para scientist dan astronot lengkap dengan wormhole dan blackhole-nya, tentu kita berharap banyak pada orang yang melakukan semua hal diatas. Yang tidak disadari adalah ia bisa saja memilih tidak melakukannya.

Bumi ditunjukkan sudah di akhir usianya, debu-lebih tepatnya pasir-literally ­berada dimana-mana dan hawar mematikan semua tanaman Tidak disebutkan secara jelas kapan setting ini berlangsung tetapi manusia sudah melewati masa dimana tidak ada penemuan baru, inovasi di bidang teknologi atau lainnya, dan semua uang yang ada di dunia dikerahkan untuk satu hal utama yang sudah langka yaitu makanan.


Tidak ada masalah dengan segala penjelasan dan pengenalan keadaan planet kita saat itu, yang sangat mungkin bisa saja terjadi, semuanya pada tepat pada tempatnya. Seorang pilot, anak kecil yang pintar (oh ya petunjuk yang sangat jelas), truk yang identik dengan film-film epik dengan kebun jagung luas yang sangat Hollywood (atau Spielberg?) sekali. Matthew Mcounaghey jelas merupakan seorang brilian karena ia berhasil menyedot semua perhatian kearahnya di setiap adegan sampai ke akhir film. Chemistry ayah-anak dengan Mckenzie Foy juga apik, terutama Foy yang kita semua tahu bisa menjadi aktris top masa depan setelah melihat penampilannya.

Jika paragraf tadi terlalu panjang untuk anda, begitu pula dengan sequence pertama.

Butuh 42 menit bagi Interstellar untuk meninggalkan bumi. See, kita mungkin sudah beberapa kali melihat penggambaran suasana luar angkasa di layar lebar. Mulai dari bermacam-macam sci-fi cliche hingga tahun lalu ada Cuaron dengan space sebagai tempat gelap, dingin, mengerikan tetapi tetap indah dengan bumi di samping kita. Disini diberikan suguhan lain; oke mungkin tidak terlalu ngeri saat tempat kita tinggal masih terpampang besar didekat kita, namun bagaimana setelah ratusan ribu kilometer berikutnya? Perasaan ada-yang-salah-dengan-semua-ini menghantui walaupun disekeliling kita sangat indah juga sepi dan tenang.


Visualisasi ruang angkasa disini mungkin merupakan yang terbaik sampai saat ini. Mulai dari jupiter dengan cincinnya yang anggun, kemudian wormhole yang tampak seperti mutiara raksasa namun menyimpan misteri didalamnya, planet yang hanya berisi air selutut namun ombak setinggi gunung atau sebuah planet es lengkap dengan frozen cloud-nya sampai desain spaceship seperti Endurance ataupun Ranger yang bikin kita berharap punya versi legonya.

Intinya dia benar-benar memanjakan mata kita selama hampir tiga jam tanpa membuat lelah malahan kita dibuat rileks. Lalu bagaimana dengan pikiran kita? Hang on a second.

Tak seperti biasanya, dia memilih cara mudah untuk menghadirkan semua informasi dalam filmnya. Ketika sekumpulan astronot senior membicarakan hukum fisika ‘dasar’, tak ada alasan lagi selain mereka memang disuruh berbicara khusus untuk kita. Ketika terjadi beberapa ‘keberuntungan’ sehingga setiap karakter bisa menjalankan cerita sesuai yang diinginkan, jelas dia sedang kebingungan saat menulis naskah ini. Dan ketika sebuah adegan menjadi kepanjangan karena sang tokoh utama mengulang-ulang satu kalimat yang mungkin merupakan satu-satunya twist di film ini, well, mungkin kita harus menerima kenyataan.

Anyway, anda bisa saja melupakan semua omong kosong diatas. Saat anda duduk, lampu dimatikan dan film dimulai, yang ada dalam pikiran adalah betapa beruntungnya kita mendapat kesempatan untuk ikut dalam sebuah ekspedisi luar angkasa lengkap dengan scoring sinting yang bikin telinga dan otak meledak dari Hans Zimmer. Dan tebak siapa yang mempimpin perjalanan ini? Dia, makhluk dunia lima dimensi itu sendiri, Christopher Nolan.

My Score: 8.7/10 

Rabu, 03 Desember 2014

Review Nightcrawler


[Open Roads Film]

Director: Dan Gilroy

Restricted, 1hr 57m

Kebanyakan orang tidak tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka. Kebanyakan orang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Lebih banyak lagi orang yang tidak tahu kapan dan kepada siapa harus bersikap sopan, rendah hati, kasar, sombong atau sabar. Dan hampir semua orang tidak mau tahu betapa annoying-nya setiap individu manusia dan apa yang terjadi dalam pikiran mereka pada dasarnya adalah satu: egois. Lou Bloom, mungkin tahu semua hal itu

Kenyataan bahwa media dan audiens adalah sama-sama orang sakit dimana berita buruk, terutama yang berdarah, merupakan salah satu konsumsi favorit terlepas dari apapun yang mendasarinya. Tentu hal itu sudah sering diangkat dan dibicarakan, dengan segala pesan judgemental dan naif untuk kita semua. Namun tidak dalam Nightcrawler.

Ketika sebuah kecelakaan terjadi apa yang harus anda lakukan? Wrong! Kita belum menentukan siapa anda disana. Jika seorang polisi, tentu memberikan bala bantuan adalah hal yang paling utama. Begitu juga jika anda seorang tetangga yang baik atau manusia yang kebetulan lewat dan mempunyai prinsip bahwa sesama manusia harus membantu.  Tetapi jika anda seorang reporter, segera ambil kamera dan cari sudut yang tepat untuk mulai merekam!

Fokus sepanjang cerita adalah Lou Bloom, seorang pria yang punya kemampuan persuasif dalam setiap katanya yang bisa saja menarik setiap lawan bicaranya ke dalam sarangnya. Ia hidup sendirian, dan mencuri apapun yang bisa ia curi didekatnya. Dalam keadaan tak jelas seperti itu ia menemukan satu kenyataan dan juga kesempatan, bahwa berita buruk adalah barang jualan yang menguntungkan, dan bisa didapat dimana saja secara cuma-cuma.

Agak berbeda dari peran-peran sebelumnya Jake Gyllenhaal tampil sebagai pria creepy penuh misteri. Detektif, polisi, koboy homoseksual, sales obat dan dosen sejarah memang pernah ia bawakan dengan sukses namun penampilannya kali ini termasuk salah satu yang terbaik dalam karirnya sejauh ini. Kehadirannya di setiap adegan meneror kita dengan unik, bahkan saat dibuat tertawa pun jauh didalam hati kita tahu ada yang salah disana.

Scoring di film ini agak nyeleneh dari biasanya. Ketika orang-orang mengandalkannya untuk memperkuat suatu adegan dan suasana yang sedang berlangsung, mereka menggunakannya untuk tujuan yang sebenarnya: menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi. Ketika anda memindahkan satu mayat segar di sebuah kecelakaan mobil hanya demi mendapatkan angle yang tepat, bukan ketegangan dan perasaan ngeri yang dihadirkan melainkan itu adalah suatu keberhasilan dimana anda telah berhasil membuat rekaman dengan sinematografi yang bagus. Ada yang salah? Anda takkan merasakannya.


In the end of the day, Nightcrawler merupakan salah satu tontonan menyegarkan di tengah gempuran produk basi akibat dari krisis ide orang Hollywood dan selera penonton kebanyakan yang juga mendukungnya. Cerita fresh dan original dengan penampilan Jake Gyllenhaal yang mempesona hasil naskah (yang jika anda sudah menontonnya dan menyadarinya, ditulis dengan licik) dan arahan sutradara Dan Gilroy, adalah sebuah tontonan yang mungkin sudah lama tidak anda temukan di bioskop jaman sekarang. Tak perlu banyak yang harus dibicarakan lagi, agar tidak terlalu mengotori perjalanan anda nanti sebaiknya segeralah tonton dan rasakan.


Tidak ada yang benar atau salah. You just got to find a perfect angle.

My Score: 8.5/10