Sabtu, 26 Oktober 2013

Film Sebagai Harapan, Atau Pembual Ulung?


Pursuit of Happyness. (500) Days of Summer. Laskar Pelangi. You’ve Got Mail. Now what's on your mind?

            Mengejar mimpi. Meraih cita-cita. Patah hati. Cinta sejati. Jika ditarik benang merah dari semuanya, satu; harapan. Cerita –cerita diatas mengatakan kepada kita bahwa harapan memang ada, entah itu datang dengan skenarionya sendiri atau usaha kita yang harus menjemputnya.

            Menonton film, terlepas dari tujuan kita mencari hiburan, terkadang memberi kesan tersendiri bagi tiap individunya. Saat credit title muncul dan lampu-lampu menyala kembali, anda mulai terkena efek dari film yang ditonton tadi. Ada yang tertawa-tawa mengingat satu scene lucu,  sedih karena ending yang berhasil bikin nangis, merenung karena sadar masih aja nonton sendiri, atau, tersenyum bahagia karena jalan cerita yang sesuai harapan.

            Dunia di dalam film, si alam ideal, semua terjadi sesuai apa yang diinginkan. Mari kita lihat film romance. Perjalanan mencari cinta, move on dari masa lalu, bertemu seseorang yang mengubah hidup, apapun itu. Segala romansa di awal cerita, lalu kemudian konflik-konflik sedikit demi sedikit mulai muncul dan mencapai klimaks-—yang sebenarnya sudah bisa kita tebak permasalahan apa yang akan muncul---dan bam! Happy ending.



Nobody likes rom-com movies with a sad ending. Bahkan 500DoS pun menyisipkan satu hal di akhir filmnya. Ya anda benar, harapan. Bagaimana dengan drama-drama motivasi? Yang katanya penuh inspirasi? Sebenarnya formula yang digunakan masih lah sama. Konflik bertubi-tubi, yang mungkin membuat kita frustasi, lalu sebuah happy ending sudah duduk manis menunggu di akhir cerita. Beberapa diantaranya diangkat dari kisah nyata, mungkin supaya kita lebih percaya. Percaya akan hal apa? Ya anda benar lagi, harapan.

            Tapi benarkah, itulah yang terjadi di alam nyata? Jika anda menjawab iya, tidak ada salahnya. Beberapa orang diantara kita mungkin memang pernah mengalaminya, tetapi cerita yang diangkat dari kisah nyata itu pun sudah mengalami beberapa modifikasi, yang mungkin pada kenyataannya tak seindah itu. Dan jika anda menjawab tidak, ada benarnya juga. Jika cerita-cerita diatas sama sekali tidak mendekati apa yang sebenarnya terjadi di alam nyata.

            Diiming-imingi oleh kisah cinta yang indah. All the sweet things that he can do, or she will be. Cinta yang menerima apa adanya. Yang tak pernah lekang oleh waktu. Yang bisa dengan mudah dijalani, dengan segala masalah mudah diselesaikan, kemudian berakhir bahagia. Mungkin hal tersebut ada di dalam benak beberapa dari anda. Dan ketika anda tidak mendapatkan hal itu, apa yang anda lakukan? Kecewa? Marah? Frustasi?

            Mungkin anda lebih frustasi dengan tulisan ini yang nggak jelas arahnya kemana. Tetapi satu hal, bahwa terkadang kita harus bisa memilah mana yang harus kita percayai, untuk disimpan dalam ingatan kita, dan mana yang hanya sebagai penghibur hati, toh terkadang tanpa kita sadari kita menjadikan film sebagai pelarian dari alam nyata.

            Mari kita galau bersama