Sabtu, 09 November 2013

A Closer Thought: Gravity




Detached. Drifting. Eerie.


Si sableng Alfonso Cuaron sudah kembali. Ia datang bersama Sandra Bullock dan George Clooney, menawarkan anda tur ‘singkat’ mengenai hidup di ruang angkasa. Dengan hype  yang sudah terbentuk sejak beberapa bulan yang lalu, tema cerita yang tampak segar diantara film-film musim gugur yang membosankan, Gravity dengan santai ngangkang-ngangkang di puncak tangga box office selama beberapa minggu.

             

Bercerita tentang astronot Ryan Stone (Sandra Bullock) yang sedang menjalani misi luar angkasa pertamanya bersama soarang veteran Matt Kowalsky (George Clooney). Masalah muncul ketika sebuah badai satelit datang dan menghantam pesawat ulang alik milik mereka, menyisakan Ryan dan Matt yang masih hidup, sendirian.

Strategi menampilkan sedikit karakter dalam cerita, bahkan ‘hanya’ satu orang bukanlah hal baru. Ryan Reynolds dengan Buried dan Sam Rockwell dalam Moon sudah hadir terlebih dahulu. Namun tak bisa dibilang mudah untuk menghadirkan sebuah cerita yang benar-benar berfokus hanya pada satu orang tanpa membuat penonton tertidur pulas. Dan disini, Cuaron menantang semua orang yang mengatakan bahwa filmnya akan sangat membosankan dan hanya berisi ‘Bullock dan Clooney melayang sambil curhat’.

Terlepas dari tema cerita survival yang sudah diangkat ribuan kali dengan ending yang hampir pasti bisa ditebak (dua kemungkinan: ­dead or alive),  Cuaron menawarkan sesuatu dalam filmnya ini: experience. Bukankah esensi dari menonton film itu sendiri adalah pengalaman? Disini kita dibawa untuk ikut mengalami apa yang dirasakan oleh Dr. Stone: melayang-layang tanpa terkendali, bagaimana rasanya tak memiliki bobot, dan merindukan rasanya ditarik oleh kekuatan yang bernama gravitasi.



Selama hampir satu setengah jam kita dibius oleh perasaan weightless. Seakan-akan kita juga ikut sesak saat oksigen menipis, dan ingin membantu saat Ryan Stone drifting tanpa terkendali. Sensasi thrilling yang diberikan seakan tak ada akhirnya, dan untuk beberapa orang segala kesunyian yang ditampilkan bisa sangat mengerikan. Namun semua itu dipadukan dengan pemandangan luar angkasa yang sangat mempesona yang seakan menjadi ironi karena dengan keindahan seperti itu, space are really fuckin’ dangerous. Untuk sebuah film one (wo)man show, Gravity sama sekali tidak bisa dibilang membosankan.

Hal brilian lainnya yang dilakukan Cuaron adalah dia memutuskan untuk membuat filmnya sunyi, dingin, dan hanya sedikit scoring untuk membangun suasana sebuah scene, instead of menggunakan efek-efek suara menjelegar dan lebay ala film ­sci-fi biasanya. Tak ada suara ledakan-ledakan keras, bunyi bising dari mesin dan tabrakan-tabrakan pesawat dengan badai satelit yang sesungguhnya bisa sangat megah. Tidak, Cuaron tahu bagaimana menghadirkan semua itu dengan lebih berkelas dan tidak murahan, dan membuat telinga dan mata anda orgasme. Selain itu, film ini memang setia pada hukum-hukum Newton dan kawan-kawan yang seharusnya berlaku.

Kredit lebih juga harus diberikan kepada Bullock yang tampil maksimal. Tak semua orang bisa tampil cantik dan anggun dalam keadaan gravitasi nol bukan? Dan mungkin gonggongannya bisa membawakan satu-dua piala untuk dibawanya saat pulang ke bumi. The point is, jelas ini bukanlah sekedar film-thriller-musim-gugur-sok-berbujet biasa. Lewat film ini kita bisa lebih mensyukuri apa yang mungkin tak pernah kita benar-benar sadari sebelumnya. Gravity.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar