Pertama kali gue aware sama ini ilm, adalah waktu ga sengaja
liat trailer-nya sebelum nonton The Hobbit dulu. Jujur gue ga peduli mau 8, 50,
ato seribu comic bikin film bareng, gue mungkin tetep bakal ga tertarik, karena
menganggap ah palinng cuman manfaatin momen stand-up comedy yang lagi booming. Tapi
ternyata si trailer berhasil bikin guue kepincut (which is jarang banget buat
gue). Jadi kemaren gue akhirnya nonton juga filmnya, but my friends, without
any expectations.
Dari segi jokes, gak perlu dikuatirin. Yeah, they’re standup
comedian for sake, bunuh aja kalo ga lucu. Tapi kredit lebih harus dikasih
kepada Kemal, Ari, dan khususnya Ernest yang tampil bukan sekedar sebagai
comic, tapi juga aktor. Yang lainnya ga maksimal, kalo menurut gue, justru
karena scriptnya sendiri yang ga mendukung mereka.
Ceritanya tentang sekelompok orang, yakni si comic-comic ini,
dengan latar belakang berbeda-beda ang tanpa sengaja bertemu saat sama-sama
sedang ngerampok bank. Dan gue bener-bener apresiasi sama jalan cerita yang
dipaparkan. Kenapa? Karena ini film komedi, bukan thriller atau misteri apalagi
sci-fi, dengan plot multi-layer twist. Untuk ukuran film Indonesia sendiri ini
jarang banget, dan juga twist yang ditampilkan gak terkesan maksa malah lumayan
dungples.
Yang gue kecewain justru sang empunya sutradara Anggy Umbara.
Entah apa yang pengen dia sampaikan sebenarnya. Oke lo punya style sendiri sama
warna gambar lo, fine. Lo punya properti senjata yang keliatan real banget dan
bukan mainan, sip. Banyak mobil (kacanya doang) polisi yang lo ancurin, keren. Slow motion-nya cool mampus, dan mungkin lo
susah setengah mati bikinnya, selamat.
TAPI bukan berarti lo harus pamerin itu semua,
berulang-ulang, tanpa arti, di sepanjang pertunjukan. Ada adegan hampir lima
menit dar-der-dor doang, hampir 90% pake slow motion, yang Cuma nampilin kaca
mobil ketembak, dan itu bener-bener annoying banget bikin bete. Saat itu juga
gue pengen cabut dari teater. Mungkin tetek Nikita Mirzani yang bikin gue inget
untuk tetap duduk manis.
Ide nge-rip off beberapa adegan dari film lain yang terkenal lumayan oke, mulai dari plesetan Fast 6 sampai Colombiana, kemudian pembagian cerita menjadi part-part terpisah sekaligus pengenalan karakter yang semuanya Reservoir Dogs banget, dan endingnya yang langsung ngingetin gue sama The Usual Suspect. Dan tak ketinggalan musik score yang mirip (malahan sama banget) dengan scoring Sherlock-nya RDJ.
Banyak banget ye.
Semoga aja niatnya emang sebagai parodi atau tribut buat mereka.
It's all about nice intention, Jen-Law said.
Ide nge-rip off beberapa adegan dari film lain yang terkenal lumayan oke, mulai dari plesetan Fast 6 sampai Colombiana, kemudian pembagian cerita menjadi part-part terpisah sekaligus pengenalan karakter yang semuanya Reservoir Dogs banget, dan endingnya yang langsung ngingetin gue sama The Usual Suspect. Dan tak ketinggalan musik score yang mirip (malahan sama banget) dengan scoring Sherlock-nya RDJ.
Banyak banget ye.
Semoga aja niatnya emang sebagai parodi atau tribut buat mereka.
It's all about nice intention, Jen-Law said.
Untuk cameo, baaanyak sekali yang tampil, yang sayang sayang
banget kebanyakan dari mereka cuma numpang lewat (bener-bener lewat doang).
Padahal mungkin jika mereka bener-bener dimanfaatin, bakal jauh ngedongkrak
lagi nilai film ini.
Dan setelah semuanya selesai, bebarengan dengan credit
title, ada penampilan dari ke-8 comic tadi yang cukup menempelkan senyum kecil
di wajah anda saat berjalan keluar dari teater.
So, don’t expect anything. Jokes
yang mengocok seisi studio, adegan ga jelas dan ga penting, lelucon jayus dan
momen-momen awkward, semuanya ada dari awal hingga akhir film, silih
bergantian. Low your expectation to the lowest height, and you gonna laughs so
hard. Well, at least it’s amusing, you know.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar