Mereka bilang film hanyalah hiburan semata. Kita tidak usah
berpikir, membuat otak kita bekerja. Yang kita butuhkan hanyalah duduk manis
sambil menelan bulat-bulat semua kebohongan yang disajikan. Kita dihibur selama
kurang lebih dua jam, lalu setelah itu selesai. Tidak ada yang tersisa. Tidak kurang,
tidak lebih.
Mereka bilang film harus memiliki banyak aksi. Dengan berbagai
special FX canggih. Penuh adegan heroik. Tak banyak ngomong. Tanpa berbelit-belit.
Karena sekali lagi ini semua hanyalah hiburan. Kita tidak datang untuk membuat
otak kita berpikir lebih keras ketimbang disaat kita mengerjakan soal kalkulus,
bukan?
Lalu mereka bilang sebuah
film harus menginspirasi. Penuh dengan pesan ‘mendidik’ didalamnya. Motivatif
dan edukatif. Kita akan diberi wejangan sepanjang cerita, diberi tahu cara
menjalani hidup yang benar. Bahwa orang baik hanya akan melakukan tindakan yang
baik, dan sebaliknya orang jahat. Dan kemudian setiap mereka yang baik dan
sabar dijanjikan sebuah akhir yang bahagia yang tentu akan selalu mereka
dapatkan.
Berbagai macam makna bisa kita dapatkan setelah kita
menontonnya. Selama kita menonton, kita akan disuapi banyak nasihat-nasihat hingga
sampai kalian merasa kenyang, mereka takkan berhenti. Hingga kita semua
menangis, bukannya muntah. Lalu keluar dari bioskop dengan keadaan terinspirasi,
hanya karena kita telah selesai menonton film dengan cerita penuh inspirasi. Dan
merubah kita menjadi manusia yang lebih baik.
Kemudian mereka bilang sebuah film haruslah apa adanya. Tidak
naif. Tanpa harus memberi kesan menggurui. Kita sudah muak melihat semua bualan
yang ada, dan ingin berteriak kalau di kehidupan yang nyata semuanya tak
seperti itu. Kita ingin melihat sebuah realitas disana. Sebuah kejadian yang
memang bisa terjadi pada kita, atau di sekitar kita. Mungkin kita memang
mengharapkannya terjadi pada kita, atau di sekitar kita. Karena kecewa bahwa
hidup kita tak semenarik kebohongan yang film tawarkan.
Lalu mereka ada yang menginginkan semuanya agar kelam. Ketika sang tokoh mati, putus, ditinggal kawin, atau stres dan menjadi gila di akhir, kita senang. Kita menangis, tetapi kita memang mengharapkan itu. Lalu kita seakan membandingkan semua itu dengan kesengsaraan yang sedang kita alami. Lalu dengan senang, menganggapnya sama.
Lalu apa sebenarnya film itu?
Ya, film bukanlah apa-apa. Ketika kita menempatkan diri dalam
pandangan-pandangan sempit diatas. Ketika kita hanya ingin mereka memenuhi
keinginan kecil kita. Ketika kita dengan egois, hanya menempatkan sedikit harapan
kita pada mereka, dan tak mau percaya jika mereka lebih dari itu semua. Maka pada saat itu:
Film, bukanlah apa-apa.