Hari
lebaran, termasuk hari-hari libur di sekitarnya, merupakan momen penting bagi
masyarakst muslim di Indonesia. Mayoritas masyarakat pulang ke kampung asal.
Berkumpul dengan keluarga. Yang ga punya kampung, ya tetep ngumpul bareng
keluarga sih, ngabisin waktu bersama.
Nah,
untuk mengisi hari libur yang lumayan panjang ini, salah satunya adalah
berbondong-bondong pergi menonton film bareng keluarga-dan-sanak-saudara di
bioskop. Dan tentu saja, mata para produser tak bisa membiarkan hal ini lewat
begitu saja, dan menganggapnya sebagai sebuah tambang emas besar. Hasilnya
adalah sebagai berikut:
Dalam
lima tahun terakhir, secara konsisten 4-5 film lokal dirilis pada masa libur
lebaran. Tahun 2008, ada Barbi3, Chika,
Laskar Pelangi, Cinlok, dan Suami-Suami
Takut Istri. Kemudian ada 4 film di tahun selanjutnya yaitu Meraih Mimpi, Preman in Love, Get Married 2,
dan Ketika Cinta Bertasbih 2. Tahun
berikutnya kembali dengan jumlah film yang sama, Dawai 2 Asmara, Lihat Boleh Pegang Jangan, Darah Garuda, dan Sang Pencerah. Di tahun 2011 lebih seru
lagi, ada lima film disini, Tendangan
Dari Langit, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Get Married 3, Kejarlah Jodoh Kau
Kutangkap, juga Lima Elang. Tahun
kemarin, ada Perahu Kertas,
Brandal-Brandal Ciliwung, Cinta Suci Zahrana, dan Tanah Surga… Katanya.
Tambang emas? Ya.
Kebanyakan dari film-film tersebut mendapatkan untung yang sangat besar, atau
setidaknya balik modal. Berdasarkan sumber filmindonesia(dot)com, beberapa film
ada yang mendapatkan pencapaian hingga jutaan penonton. Ada Sang Pencerah
dengan 1,1 juta, KCB 2 dengan 2 jutaan penonton, dan bahkan Laskar Pelangi mencapai
4,6 juta penonton! Pengecualian untuk tahun 2011, dimana hamper semua film
lokal flop, disebabkan adanya persaingan dengan film-film MPA yang telat masuk
Indonesia karena kasus pajak, seperti Harry
Potter 7.2 dan Transformers 3.
Untuk liburan
lebaran tahun ini, terjadi penurunan jumlah film indo yang dirilis. Hanya ada 3
film indo yang di rilis mendekati lebaran kali ini. Selama tiga minggu ke
depan, praktis persaingan terfokus pada film-film ini, ditambah mungkin
sisa-sisa summer movies Hollywood. Ini
seru, mengingat ketiga film tersebut memiliki segmen pasar yang berbeda,
menjadika konfrontasi antar film ini bisa dibilang ‘adil’.
Pertama, ada sekuel
terbaru dari franchise Get Married,
yaitu Get M4rried (serada alay ye), yang masih digarap Hanung, dengan jajaran
cast yang hampir sama persis dengan film-film sebelumnya. Tampaknya sang
produser sudah mulai kehabisan ide baru, dan mengharapkan masih bisa mendapat
keuntungan dari orang-orang yang masih tertarik dengan seri Get Married, atau
bahkan dari para Slankers yang iseng datang menonton, secara mereka menggaet
para personel Slank sendiri untuk meningkatkan daya jual film ini.
Film
selanjutnya, adalah salah satu adaptasi dari novel karya Tere Liye yaitu Moga
Bunda Disayang Allah. Sekedar info, gue menemukan hal yang unik dari film ini.
Sang sutradara mengatakan bahwa film ini di produksi menggunakan kamera dan
special efek yang sudah digunakan oleh film-film blockbuster Hollywood seperti Pirates
of the Caribbean dan Spiderman. Tetapi
jika anda sudah menengok trailernya, lo bisa lihat kumis dari Fedi Nuril disana
kaga jauh beda sama kumis boongannya prajurit kerajaan naga di Indosiar. Faaakkk.
Apakah bujet mereka habis dipake buat ‘kamera dan special efek hollywood’-nya
itu, sehingga ga sanggup nyewa make
up-artist yang bener? Sayang banget kan, padahal Fedi Nuril tuh.
Lalu
film ketiga, La Tahzan. Dari segi judul, udah pake bahasa arab. Sooo, sudah
bisa ditebak ini film mau dibawa kemana. Dibintangi aktor muda yang lagi
top-topnya Rio Dewanto, film yang kental bernafaskan Islam ini bakal
dikerubungi remaja-remaja hingga emak-emak gang yang pengen bersedih ria di
dalam bioskop.
Gimana,
anda tertarik untuk menonton yang mana? Atau mau nonton semuanya? Atau malah
skip ketiga-tiganya? *toss dulu
Tema
Coba kita tengok
track record film-film lebaran di
atas. Ya, tentu saja ada beberapa film yang mengangkat tema religius. Setiap tahunnya,
terkecuali tahun 2008 mungkin, ada satu atau dua film yang bertema Islam. Sisanya
kebanyakan merupakan film-film keluarga ringan yang memiliki pangsa pasar lebih
luas. Nah, nggak ada yang salah sebenernya dari segi tema, namun yang gue
pertanyakan disini kenapa selalu saja mengangkat cerita yang menye-menye alias
menguras air mata?
Untuk
tahun ini, kedua film baik Moga Bunda Disayang-sayang e dan La Tahzan, bisa
kita tebak premisnya seperti apa. Cerita mengharukan, penuh penderitaan,
mengundang simpati, dan kemudian satu adegan klimaks dimana seluruh penonton
satu studio terisak-isak. Tak ada yang tahu pastinya kenapa formula ini menjadi
tren film-film liburan, terutama liburan lebaran. Mungkin jika anda masih ingat
dengan meledaknya film Surat Kecil Untuk
Tuhan. Apa sebenarnya yang menjadi daya jual utama film yang dirilis di
pertengahan bulan puasa tersebut? Ya, air mata.
Menyedihkan
sebenarnya, karena dengan asupan film seperti itu di hari-hari libur, kita
sedang di didik untuk menjadi masyarakat cengeng. Bayangkan saja, ketika sebuah
film yang dapat membuat anda menitikkan air mata, adalah jaminan film itu laku,
maka bisa dibayangkan karakter orang-orang yang menonton film tersebut. Because at some point, you are what you watch. Lebih menyedihkan lagi sebenarnya,
mengingat film-film ini dirilis disaat hari libur. Dimana orang-orang mulai
dari anak kecil hingga nenek-nenek menontonnya.
Coba
kita tengok negeri seberang. Film liburan mereka: Pacific Rim. Film yang sangat
menghibur, cocok ditonton bareng-bareng keluarga, dan anak-anak pasti sangat
suka. Film liburan indo: Moga Bunda Disayang Dong Plis. Lalu sekeluarga
menangis.
Memang
sih ga semua film bertema menye-menye gitu juga. Tapi yang gue bingung kenapa
film-film tersebut yang selalu menjadi andalan utamanya, sedangkan yang lainnya
hanyalah meramaikan persaingan. Gue yakin, tren ini bisa digantikan dengan
film-film yang lebih ‘menghibur’, dan tetap laku keras. Sehingga para produser
tak perlu berrpikir untuk menguras air mata para penonton, hanya supaya bisa
menguras kantong mereka.
So,
moga aja liburan-liburan nanti, bioskop kita bisa diisi oleh film-film lokal
yang lebih ‘bersahabat’. Film-film yang bisa bikin kita bahagia, tersenyum saat
kita keluar dari studio, bukannya menghabiskan tisu satu pak. Termasuk di libur
lebaran seperti sekarang, film bertema religi bukan alasan filmnya tak bisa
menjadi ceria.
Akhir
kata saya mengucapkan Mohon Maaf Lahir dan Batin bagi semua pembaca, siapa tau
ada yang tersinggung selama membaca postingan gue. Selamat Hari Raya Idul Fitri
bagi yang merayakan!