Aduh sorry-sorry aje nih agak lama lanjutan postnya. Maklum, sedang sibuk. Postingan kali ini gue mau lanjutin bahasan yang sebelumnya: Menikmati Film. Kalo di part 1 gue sebut komentar orang sebagai salah satu hal yang berpengaruh saat kita menikmati sebuah film, sekarang gue mau bahas yang satu lagi, yaitu Movie Logic.
Lima menit sebelum gue nulis semua ini, gue baca sebuah postingan di salah satu grup film. Si empunya post bilang “Robot segede dan seberat itu cuma diangkut beberapa helikopter puma, agak gak masuk akal yaaa..”. Yang terjadi selanjutnya adalah postingan tersebut dibantai ratusan komen yang nggak setuju sama dia. Kasian, emang.
‘Ga masuk akal.’ ‘Secara teori fisika itu ga mungkin.’ ‘Mau aja lo di bego-begoin sama tuh film.’ Mungkin banyak diantara kita yang sering mendengar ocehan tersebut ketika mengomentari sebuah film. Hal yang wajar sebenernya, mengingat kita sebagai manusia diberi akal untuk berpikir *tsah. Tapi bukan begini caranya, sob.
Film, sebagai media hiburan, memiliki haknya sendiri. Dan tentunya hak itu untuk memenuhi salah satu kewajibannya, yaitu ‘menghibur’ kita. Tema-tema yang sering diangkat seperti superhero, zombie apocalypse, sci-fi, dasar ceritanya saja tentu sama sekali tidak masuk akal. Segala konflik yang muncul dan tetek bengek cerita tentu tidak perlu ditanyakan lagi keabsahannya dalam dunia nyata.
Memang ada beberapa yang mengangkat ceritanya based on true story, namun tentunya itu sudah mengalami beberapa penyesuaian kan, supaya menjadi lebih menarik? Atau ada beberapa sineas yang membuat ceritanya sedetail mungkin, seilmiah mungkin, supaya penonton percaya bahwa hal yang terjadi dalam film tersebut bisa menjadi kenyataan. Tetapi itu pun dilakukan karena ada dasarnya, semua itu tidak masuk akal, bukan begitu? Batman, yang di sebut-sebut sebagai superhero paling logis, dan di sutradarai oleh Nolan, yang terkenal sangat memperhatikan ‘kebenaran’, bisakah dianggap masuk akal? Dan tentunya semua film sains fiksi dengan segala penjelasan si penulis cerita, perlukah kita protes tingkat ke-masuk akal-annya?
Namun tentu saja ada hal-hal logis yang memang tidak bisa diabaikan begitu saja, hal-hal yang memangtanpa disadari begitu adanya, terkecuali dirubah karena memang di sanalah titik permasalahannya. Seperti halnya sebuah film drama, berseting kehidupan sehari-hari, yang memang harus dibuat realistic. Atau karya dokumenter misalnya, walaupun itu juga sudah dibuat beberapa pengaturan, supaya ada ‘jalan cerita’-nya. Toh kita sedang menonton film, bukan hanya sedang mengintip isi rekaman sebuah handycam teman.
So, jangan sampai kenikmatan menonton film
terganggu hanya karena ceritanya ‘tidak masuk akal’. Jika ada diantara anda
yang masih seperti itu, maaf-maaf aje nih ya, anda bodoh. Tepi lain ceritanya
kalo soal plothole ya, lain kali kita bahas soal yang satu itu. Sekali lagi
ingat, film ditonton untuk dinikmati, itu tujuan utamanya, bukan untuk
diteliti. Itu mah mereka yang ga ada kerjaan aja (kerjaanya ya itu, meneliti
film). In facts, you are supposed to suspend your disbelieve anyway.